Ternyata Hijab Sudah Jauh Lebih Dulu Ada Sebelum Islam Masuk Indonesia 1610 Masehi Tetapi Kampungan
Siapa sangka ada tradisi menarik untuk para perempuan di Sanggar, Bima, NTB. Kaum perempuan di sana sudah punya tradisi menutup aurat bahkan sebelum Islam masuk di daerah tersebut. Seperti inilah bentuk hijab tradisional berjulukan Rimpu.
"Tradisi menggunakan epilog kepala ini sudah ada jauh dari sebelum Islam masuk ke sini" kata Ketua Pemuda Adat Sanggar, Ayaturrahman.
Hijab digunakan oleh para perempuan beragama Islam untuk menutupi auratnya, terutama di potongan kepala.
Ternyata, tradisi ini sudah ada terlebih dahulu di Desa Kore, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Islam masuk daerah ini sekitar tahun 1610 Masehi. Sedangkan para perempuan ini telah menutup auratnya, jauh dari sebelum tahun tersebut.
"Kami menganggap tubuh perempuan mendapat penghargaan setinggi mungkin, maka kami mengenakan epilog tubuh menyerupai ini," ujar salah seorang ibu disana.
Mereka mengenakan hijab yang disebutnya dengan Rimpu. Ada dua macam Rimpu yang digunakan para wanita. Yang pertama ialah Rimpu Nae dan satu lagi Rimpu Sampela.
Rimpu Sampela khusus untuk para gadis yang belum menikah.
Sedangkan Rimpu Nae untuk para perempuan menikah. Bedanya, pada Rimpu Sampela, hampir semua wajah tertutup kecuali mata, menyerupai mirip cadar.
Sedangkan untuk Rimpu Nae, potongan wajah terlihat dengan sempurna.
Yang tak kalah menarik ialah pemilihan hijab. Bukan dari kain, melainkan dari sarung tenun tradisional khas Lombok, buatan mereka sendiri.
"Tertutup sebadan dan tak menggunakan peniti atau jarum pentul," lanjut sang ibu.
Selembar sarung dililit mengikuti arah kepala dan muka. Sampai pada simpulan lilitan yang akan dikaitkan di kepala.
Perbedaan antara Rimpu Nae dan Rimpu Sampela sanggup dibentuk dari awal pemakaian.
Sama sekali tak ada peniti. Jika kurang kencang, sanggup memelintirkan sarung hingga mencapai kekencangan yang diinginkan.
Rimpu ini tak hanya menutupi kepala tapi juga setengah badan. Sehingga, tangan mereka tidak terlihat. Juga, bentuk tubuhnya tak simpel berbayang.
Rimpu menggunakan sarung khas Bima (Tembe Nggoli) yang terdiri dari 2 lembar (dua ndo`o) sarung. Kedua sarung tersebut untuk potongan bawah dan potongan atas.
Sarung yang digunakan ini dalam kalangan masyarakat Bima dikenal sebagai Tembe Nggoli (Sarung Songket). Kafa Mpida (Benang Kapas) yang dipintal sendiri melalui tenunan khas Bima yang dikenal dengan Muna.
Sarung songket mempunyai beberapa motif yang indah. Motif-motif sarung songket tersebut mencakup nggusu waru (bunga bersudut delapan), weri (bersudut empat menyerupai camilan cantik wajik), wunta cengke (bunga cengkeh), kakando (rebung), bunga satako (bunga setangkai), sarung nggoli (yang materi bakunya menggunakan benang rayon).
Ternyata budaya hijab pada pakaian watak Rimpu itu indah dengan keragaman motifnya, ya. Perpaduan unik antara budaya Indonesia dengan syar’at Islam yang kuat.
Rimpu menawarkan jati diri bangsa tanpa meninggalkan identitas Islam.
Saat ini, Rimpu sudah jarang sekali digunakan sehari-hari. Kebanyakan para perempuan yang menggunakan Rimpu dikala sedang mementaskan Kareko Kandei. Ini ialah tarian yang dilakukan para perempuan dikala panen tiba.
Pakaian watak Rimpu masyarakat Bima merupakan salah satu budaya religius yang harus dilestarikan masyarakat khususnya di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Seiring perkembangan zaman, keberadaan rimpu hampir terlupakan.
Malah, beberapa tahun terakhir, sebagian besar masyarakat Bima yang beragama Islam beralih mengenakan jilbab dengan musim mode yang bermunculan.
Parahnya, generasi-generasi kini sudah banyak yang tak mengenal rimpu.
Kalaupun ada, mereka tak mengerti cara penggunaannya. Wanita Bima masa kini menganggap orang yang mengenakan rimpu sebagai perempuan KOLOT dan KAMPUNGAN.
Saat ini, perempuan Bima yang mengenakan Rimpu masih sanggup ditemukan di daerah-daerah menyerupai di Kecamatan Wawo, Sape, Lambitu, Wilayah Kae (Palibelo, Belo, Woha dan Monta), juga di Kecamatan Sanggar dan Tambora Kabupaten Bima.
MULAI SEKARANG KAMU ADALAH PAHLAWAN DARI TANAH KELAHIRANMU
- PESAN MORAL
Sebagai negara nusantara yang terdiri dari ratusan suku dan bangsa, masuk akal jikalau masyarakat kita merupakan kelompok yang sangat beragam.
Meski begitu keharmonisan antar setiap warga negaranya tetap selalu harus dijaga semoga selaras dan saling menghormati.
siapapun yang terus melestarikan warisan BUDAYA, bahu-membahu tak perlu malu, alasannya kualitas-kualItas ini yang kalian miliki!
1. Tak perlu malu, mengenakan pakaian dari daerah asalmu alasannya itu kan juga potongan dari identitasmu!
Pakaian ialah potongan dari hidupmu, identitasmu, sesuatu yang menciptakan kau ialah kamu. Kenapa harus aib mengenakannya?
Kalau selama ini kau tumbuh besar dan merasa nyaman dengan budaya berpakaian daerah, kenapa harus merasa gerah ketika udah dewasa?
Nggak seharusnya kau aib dan ingin melepaskan ideantitasmu hanya alasannya celaan satu dua orang.
Lagipula orang yang mencela kau alasannya identitasmu berarti mereka tidak sanggup menerimamu apa adanya… kurang cocok juga buat dijadikan teman.
2. Dengan mengenakan HIJAB daerah, dan tidak melupakan warisan budaya lokal, itung-itung kau sekalian mempromosikan budayamu tau sendirikan kini jamannya mencari hal yang unik.
Jangan gengsi untuk menggunakan hijab tanah asalmu sendiri. Selain menjaga identitas tadi, kau juga turut andil dalam melestarikan budaya bangsa.
Jangan hingga kita yang anak Indonesia malah lupa sama nilai-nilai watak dan budaya.
Cuek alasannya takut disebut nggak kekinian atau modern… Tapi begitu ada yang ngeklaim kesenian kita, gres mencak-mencak gak karuan.
3. pakaianmu menciptakan kau nampak beda, unik dan menarik dalam lingkungan bermasyarakat yang majemuk.
Hal ini akan semakin kelihatan terperinci di lingkungan gres yang berbeda dengan daerah asalmu. Di sana kau akan mendapatkan predikat Istimewa alasannya simpel diidentifikasi keunikannya.
Pakaianmu yang berbeda dari warga lain akan membuatmu punya tempat khusus dalam ingatan mereka.Dan tentunya simpel di ingat.
5. Menghargai bermacam-macam Budaya dari seluruh nusantara itu, berarti kau berpikiran terbuka, dan menyayangi semangat dalam Bhineka Tunggal Ika.
Ooh, Andi Makassar? Itu tadi lagi kerja bakti di samping rumah pak RT.
Lihat Elli nggak? Iya, yang Batak bukan yang Sunda.
Mencintai Peninggalan daerahmu sendiri dan juga mengapresiasi pakaian khas daerah lain membuktikan jikalau kau punya semangat Bhineka Tunggal Ika dan nasionalisme.
Kamu orisinil mana tho? Aku kok gres tahu ini ya lihat pakaianmu kaya punyamu ini , apik… mbok saya di penjemin sehari buat kondangan!
Sip, gampang! ntar saya pinjemin kau SEPEDA! hehehehehe
Perbedaan bukan untuk diabaikan atau dijauhi tapi untuk dirangkul dan dihargai.
Dengan begitu kau mendukung Indonesia untuk mempunyai mental yang serasi dan dinamis.
Ditambah lagi, Pastinya kau sudah membuktikan bahwa kau sudah dewasa, dalam berfikir dan juga sanggup di handalkan menjadi generasi muda yang sanggup memajukan dan menjaga BUDAYA BANGSA.
KALAU BUKAN KITA"! SIAPA LAGI YANG HARUS MENJAGA PENINGGALAN HARTA KARUN NENEK MOYANG INI
Baca eksklusif dari sumbernya biar nggak salah paham:
detik.com
kompasiana.com
islampos.com